Sungguh Sangat Mulia Muslim yang Gemar Membantu Kesulitan
Orang Lain
Membantu orang lain memang memerlukan
kekuatan iman. Pasalnya, pendorong utama seseorang mau membantu kesulitan orang
lain tidak semata-mata tersedianya harta yang cukup, tetapi iman yang kuat.
Tanpa iman yang kuat, sangat kecil kemungkinan seseorang mau merelakan sebagian
dari yang dimilikinya untuk membantu kesulitan orang lain.
Pikirannya selalu terfokus pada rumus
matematika manusia bahwa memberikan harta kepada orang lain secara cuma-cuma
karena alasan membantu sama dengan mengurangi aset yang dimilikinya. Oleh
karena itu, banyak orang agak enggan untuk bersegera membantu kesulitan orang
lain. Umumnya selalu memikirkan dirinya sendiri.
Cara berfikir seperti itu sepintas nampak logis, tetapi
sangat tidak realistis. Sebab Allah menjanjikan balasan yang besar bagi siapa
saja yang secara ikhlas mau membantu kesulitan orang lain. Allah yang Maha
Kuasa tidak akan pernah menyalahi janji-Nya.
Malahan Allah akan selalu menolong Muslim yang gemar
membantu kesulitan orang lain, baik melalui sasehat, arahan, dan anjuran yang
baik, termasuk berupa bantuan harta. Tetapi, sekalipun demikian tetap saja,
selagi iman tidak dominan, amalan ini pasti berat untuk dilakukan.
Paling Disukai Allah
Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhu, Rasulullah
Shallallahu Alayhi Wasallam bersabda, “Orang yang paling disukai Allah adala
orang yang paling bermanfaat. Adapun beberapa amal yang paling disukai Allah
adalah perbuatanmu menyenangkan sesama Muslim, atau meringankan penderitaannya,
melunasi hutangnya, atau mengusir kelaparannya.
Dan berjalan bersama saudara Muslim dalam rangka
mengatasi kesulitannya lebih aku sukai daripada beri’tikaf di masjid selama
satu bulan. Dan barangsiapa menahan kemarahannya, Allah akan menutupi
kekurangannya, serta barangsiapa menahan kemarahannya-meski mampu membalasnya-
niscaya Allah akan menyenangkan hatinya pada hari kiamat kelak.
Dan barangsiapa membantu saudaranya sesama Muslim dalam
mengatasi kesulitannya sampai mapan kondisinya, maka Allah akan mengokohkan
kakinya pada hari dimana kaki-kaki manusia tergelincir dan sesungguhnya akhlak
yang tercela itu dapat merusak amal sebagaimana cuka dapat merusak madu” (HR.
Thabrani).
Jadi, membantu mengatasi kesulitan orang lain termasuk
amalan yang disukai Allah Subhanahu Wata’ala. Lebih dari itu kita bisa mendapat
pahala seperti orang i’tikaf selama 30 hari di masjid. Bayangkan, berapa banyak
kepentingan yang harus kita korbankan untuk menjalankan i’tikaf selama sebulan
penuh.
Tetapi dengan meringankan beban orang lain, walaupun itu
tak sampai satu jam sekalipun, kita berhak atas pahala seperti i’tikaf selama
sebulan penuh. Tetnu bukan kalkulasi pahala yang patut kita utamakan, tetapi
motivasi dasar, niat atau nawaitu kita dalam melakukan amalan yang
disukai Allah Ta’ala tersebut.
Keteladanan Sahabat
Orang-orang terdahulu sungguh sangat antusias dalam
mengamalkan ajaran Islam. Termasuk membantu meringankan beban orang lain. Hal
ini tidak lain karena tidak ada jalan mudah namun dicintai Allah selain
membantu kesulitan orang lain yang benar-benar membutuhkan.
Muhammad Ibrahim An-Nua’im dalam karyanya “Kaifa
tuhilu umrokal intajy” memaparkan
beberapa kisah sahabat yang gemar membantu kesulitan orang lain.
Abu Bakar Ash-Shiddiq misalnya, setiap hari beliau selalu
membantu penduduk di kampunyga memerah susu dari kambing-kambing mereka. lalu,
tatkala beliau menjadi khalifah, seorang wanita penduduk kampunya berkata,
“Sekarang Abu Bakar tidak akan lagi memerah susu untuk kami”.
Abu Bakar pun menjawab, “Tidak, aku berharap kedudukanku
ini tidak merubah sesuatu yang biasa aku lakukan”.
Begitu pula dengan Zaid bin Haritsah, semangat menolong
orang lain sungguh sangat luar biasa. Setiap kali hujan turun, ia membawa api
dan berkeliling mengunjungi orang-orang jompo di kampungnya dan selalu
bertanya, “Apakah rumah kalian bocor, atau apakah kalian butuh api?”
Esok harinya, Zaid kembali berkeliling ke rumah-rumah
mereka dan selalu bertanya, “Apakah kalian memerlukan seuatu yang perlu dibeli
di pasar atau kalian membutuhkan seusatu?”
Tidak ketinggalan sahabat Nabi yang dikenal sangat tegas
namun berhati sangat lembut kepada mereka yang menderita, Umar bin Khattab
Radhiyallahu anhu.
Al-kisah suatu malam Thalhah melihat Umar masuk ke rumah
seorang wanita. Siangnya, Thalhah mengunjungi rumah tersebut dan ternyata di
dalamnya tinggal seorang wanita tua yang buta dan lumpuh.
Thalhah pun bertanya, “Apa yang dilakukan Umar terhadapmu
tadi malam?” Wanita itu menjawab, “Sudah sejak lama ia selalu memperhatikanku.
Ia sering mendatangiku dengan membawa apa yang aku butuhkan dan mengeluarkanku
dari penderitaan”.
Thalhah pun berkata, “Sungguh celaka engkau Thalhah,
karena engkau telah mencari-cari kesalah Umar”.
Duhai, betapa indahnya, sekiranya negeri ini, para
pemimpin dan rakyatnya meneladani perilaku mulia sahabat Nabi ini. Tentu akan
aman sentosalah negeri yang kita cinta ini. Tetapi mengharap orang lain bukan
solusi. Akan sangat baik jika kita mulai dari diri kita sekarang juga. Imam Nawawi