Rabu, 23 Oktober 2013


Sungguh Sangat Mulia Muslim yang Gemar Membantu Kesulitan Orang Lain


Membantu orang lain memang memerlukan kekuatan iman. Pasalnya, pendorong utama seseorang mau membantu kesulitan orang lain tidak semata-mata tersedianya harta yang cukup, tetapi iman yang kuat. Tanpa iman yang kuat, sangat kecil kemungkinan seseorang mau merelakan sebagian dari yang dimilikinya untuk membantu kesulitan orang lain.
Pikirannya selalu terfokus pada rumus matematika manusia bahwa memberikan harta kepada orang lain secara cuma-cuma karena alasan membantu sama dengan mengurangi aset yang dimilikinya. Oleh karena itu, banyak orang agak enggan untuk bersegera membantu kesulitan orang lain. Umumnya selalu memikirkan dirinya sendiri.
Cara berfikir seperti itu sepintas nampak logis, tetapi sangat tidak realistis. Sebab Allah menjanjikan balasan yang besar bagi siapa saja yang secara ikhlas mau membantu kesulitan orang lain. Allah yang Maha Kuasa tidak akan pernah menyalahi janji-Nya.
Malahan Allah akan selalu menolong Muslim yang gemar membantu kesulitan orang lain, baik melalui sasehat, arahan, dan anjuran yang baik, termasuk berupa bantuan harta. Tetapi, sekalipun demikian tetap saja, selagi iman tidak dominan, amalan ini pasti berat untuk dilakukan.
Paling Disukai Allah
Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu Alayhi Wasallam bersabda, “Orang yang paling disukai Allah adala orang yang paling bermanfaat. Adapun beberapa amal yang paling disukai Allah adalah perbuatanmu menyenangkan sesama Muslim, atau meringankan penderitaannya, melunasi hutangnya, atau mengusir kelaparannya.
Dan berjalan bersama saudara Muslim dalam rangka mengatasi kesulitannya lebih aku sukai daripada beri’tikaf di masjid selama satu bulan. Dan barangsiapa menahan kemarahannya, Allah akan menutupi kekurangannya, serta barangsiapa menahan kemarahannya-meski mampu membalasnya- niscaya Allah akan menyenangkan hatinya pada hari kiamat kelak.
Dan barangsiapa membantu saudaranya sesama Muslim dalam mengatasi kesulitannya sampai mapan kondisinya, maka Allah akan mengokohkan kakinya pada hari dimana kaki-kaki manusia tergelincir dan sesungguhnya akhlak yang tercela itu dapat merusak amal sebagaimana cuka dapat merusak madu” (HR. Thabrani).
Jadi, membantu mengatasi kesulitan orang lain termasuk amalan yang disukai Allah Subhanahu Wata’ala. Lebih dari itu kita bisa mendapat pahala seperti orang i’tikaf selama 30 hari di masjid. Bayangkan, berapa banyak kepentingan yang harus kita korbankan untuk menjalankan i’tikaf selama sebulan penuh.
Tetapi dengan meringankan beban orang lain, walaupun itu tak sampai satu jam sekalipun, kita berhak atas pahala seperti i’tikaf selama sebulan penuh. Tetnu bukan kalkulasi pahala yang patut kita utamakan, tetapi motivasi dasar, niat atau nawaitu kita dalam melakukan amalan yang disukai Allah Ta’ala tersebut.
Keteladanan Sahabat
Orang-orang terdahulu sungguh sangat antusias dalam mengamalkan ajaran Islam. Termasuk membantu meringankan beban orang lain. Hal ini tidak lain karena tidak ada jalan mudah namun dicintai Allah selain membantu kesulitan orang lain yang benar-benar membutuhkan.
Muhammad Ibrahim An-Nua’im dalam karyanya “Kaifa tuhilu umrokal intajy” memaparkan beberapa kisah sahabat yang gemar membantu kesulitan orang lain.
Abu Bakar Ash-Shiddiq misalnya, setiap hari beliau selalu membantu penduduk di kampunyga memerah susu dari kambing-kambing mereka. lalu, tatkala beliau menjadi khalifah, seorang wanita penduduk kampunya berkata, “Sekarang Abu Bakar tidak akan lagi memerah susu untuk kami”.
Abu Bakar pun menjawab, “Tidak, aku berharap kedudukanku ini tidak merubah sesuatu yang biasa aku lakukan”.
Begitu pula dengan Zaid bin Haritsah, semangat menolong orang lain sungguh sangat luar biasa. Setiap kali hujan turun, ia membawa api dan berkeliling mengunjungi orang-orang jompo di kampungnya dan selalu bertanya, “Apakah rumah kalian bocor, atau apakah kalian butuh api?”
Esok harinya, Zaid kembali berkeliling ke rumah-rumah mereka dan selalu bertanya, “Apakah kalian memerlukan seuatu yang perlu dibeli di pasar atau kalian membutuhkan seusatu?”
Tidak ketinggalan sahabat Nabi yang dikenal sangat tegas namun berhati sangat lembut kepada mereka yang menderita, Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu.
Al-kisah suatu malam Thalhah melihat Umar masuk ke rumah seorang wanita. Siangnya, Thalhah mengunjungi rumah tersebut dan ternyata di dalamnya tinggal seorang wanita tua yang buta dan lumpuh.
Thalhah pun bertanya, “Apa yang dilakukan Umar terhadapmu tadi malam?” Wanita itu menjawab, “Sudah sejak lama ia selalu memperhatikanku. Ia sering mendatangiku dengan membawa apa yang aku butuhkan dan mengeluarkanku dari penderitaan”.
Thalhah pun berkata, “Sungguh celaka engkau Thalhah, karena engkau telah mencari-cari kesalah Umar”.
Duhai, betapa indahnya, sekiranya negeri ini, para pemimpin dan rakyatnya meneladani perilaku mulia sahabat Nabi ini. Tentu akan aman sentosalah negeri yang kita cinta ini. Tetapi mengharap orang lain bukan solusi. Akan sangat baik jika kita mulai dari diri kita sekarang juga. Imam Nawawi

Solusi Bila Terlanjur Terjerat Riba

Ibnu Sa'di mengatakan, "Semua transaksi baik transaksi jual beli, sewa menyewa, investasi dan selainnya yang para pelakunya sudah saling rela akan tetapi syariat melarangnya maka transaksi tersebut adalah transaksi haram yang batal. Kerelaaan semua pelaku tidaklah teranggap karena kerelaan pelaku transaksi adalah syarat sah transaksi setelah ada keridhoan Allah dan rasul-Nya terhadap transaksi tersebut".
Ketika menjelasan kalimat kalimat di atas, Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan, "Kaedah di atas berdasarkan hadits. Nabi bersabda, "Segala persyaratan atau perjanjian yang tidak terdapat dalam hukum Allah adalah persyaratan yang batil" [HR Bukhari dan Muslim].
Nabi juga bersabda, "Kaum muslimin itu terikat dengan segala perjanjian yang mereka sepakati kecuali perjanjian yang menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal" [HR Tirmidzi dari Abu Hurairah]
Ketika disodorkan kepada Nabi korma dengan kualitas yang bagus, beliau bertanya, "Apakah semua korma Khaibar itu seperti itu?"
Shahabat mengatakan, "Tidak akan tetapi kami tukar satu sha' korma bagus dengan dua sha' korma kualitas jelek, dua sha' yang bagus dengan tiga sha' korma jelek".
Nabi bersabda, "Jangan lakukan semacam itu. Jika korma dibarter dengan korma maka takarannya harus sama. Solusi yang lain adalah jual korma yang jelek lalu uang hasil penjualannya digunakan untuk membeli korma yang bagus" [HR Bukhari].
Dalam hadits di atas, Nabi memerintahkan untuk mengembalikan korma hasil barter yang terlarang karena transaksi barter tersebut tidak sejalan dengan aturan Allah dan rasul-Nya sedangkan Nabi bersabda, "Semua amalan yang tidak sejalan dengan syariat kami maka amalan tersebut adalah amalan yang tertolak" [HR Bukhari dan Muslim].
Jika demikian, semua transaksi yang haram itu objek transaksinya wajib dikembalikan.
Jika objek transaksi tidak mungkin dikembalikan semisal ada orang yang karena tidak mengetahui bahwa ada riba dalam transaksi yang dia lakukan akhirnya dia berhutang dengan sistem riba. Ketika ada yang mengingatkan bahwa transaksi yang dia lakukan adalah riba, orang yang berhutang tersebut menemui pihak yang menghutanginya dan meminta kerelaannya agar dia tidak perlu bayar bunga pinjaman utang namun pihak yang menghutangi menolak permintaan tersebut.
Dalam kondisi semacam ini kewajiban pihak yang berhutang yang merupakan pihak yang dizalimi adalah bertaubat kepada Allah dan bertekad untuk tidak mengulangi perbuatannya untuk berhutang dengan sistem ribawi dan tidak ada tanggungan dosa atasnya karena dia memang tidak mampu membebaskan diri dari ikatan transaksi tersebut. Sedangkan dosa adalah tanggungan pihak yang membungakan utang karena sebenarnya dia bisa membebaskan orang yang berutang dari riba dengan menghapus kewajiban membayarkan bunga namun dia tidak mau melakukannya.
Akan tetapi pihak yang berhutang dan yang menghutangi sama sama mengetahui bahwa yang dilakukan adalah transaksi riba uang bunga alias riba tidak kita kembalikan kepada pihak yang berutang yang merupakan pihak yang telah mendapatkan manfaat dari uang milik pihak yang mengutangi. Kita ambil uang bunga tersebut dari pihak yang menghutangi lantas kita salurkan untuk berbagai kepentingan umum. Hal dikarenakan pihak yang dirugikan yaitu orang yang berhutang itu bersedia menjadi nasabah riba dalam kondisi sadar bahwa itu riba maka tidak boleh baginya mendapatkan dua hal sekaligus yaitu mendapatkan manfaat dari pihak yang menghutangi dan mendapatkan pengembalian uang bunga atau riba" [Ibnu Utsaimin dalam Ta'liq beliau untuk al Qawaid wal Ushul al Jamiah karya Ibnu Sa'di hal 76-77 terbitan Yayasan Sosial Ibnu Utsaimin cet pertama 1430 H].
Artikel www.PengusahaMuslim.com





Mari kita isi hidup ini dengan saling berbagi dengan sudara-sudara kita yang membutuhkan pertolongan kita. Karena tidak semua manusia diciptakan dengan keadaan nasib yang sama dan hal itulah yang patut kita renungkan, kenapa? Karena ada orang yang mampu dan ada yang tidak mampu, baik dari sisi harta benda maupun keadaan lainnya, tetapi itulah pelajaran hidup di dunia.

Orang yang mampu diberikan titipan yang lebih oleh Allah S.W.T sebagai tanggung jawabnya, sehingga dia mampu membantu yang tidak mampu atau kekurangan. Bersyukurlah jika anda termasuk orang yang mampu karena anda adalah perantara dalam menyalurkan bantuan Allah kepada sesama umat manusia, terutama yang tidak mampu.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang Mukmin, maka Allâh melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Barangsiapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan (dalam masalah hutang)"



Wahai Saudaraku Sesama PNS (Pegawai Negeri Sipil) diseluruh Tanah Air Negara Indonesia Tercinta ini yang Merasa Memiliki Kelebihan Rezeki, Kirimkanlah Donasi/Bantuan Anda
sebagai Amal Jariyah Sedekah ke:



BRI a.n Zulfahmi 035901012401502

Setiap 1 Rupiah yang masuk kerekening saya diatas, semoga Allah membalasnya dengan Balasan yang berlipat Ganda
Amien Ya Rabbal Alamin

                                    Jerat Hutang PNS

Manusia selalu ingin membuat dirinya mendapatkan segala sesuatu yang diinginkan,
Kadang-kadang cenderung berlebihan, padahal kelebihan merupakan hal yang membuat
Beban dalam kehidupan. Setiap manusia menginginkan kehidupan yang bermakna,
Hakiki, luhur, bertanggung jawab, bermoral dan tahu belas kasih;
Tuhan memberikan jalan yang tidak mudah untuk mencapainya.
(I Ketut Gede Yudantara, 2006)
Seorang wanita tetangga saya, dia hidup sendiri dengan suami yang tidak tinggal serumah dengannya, sedang membangun rumahnya dengan luas tanah 136 m2 dan rencana luas bangunan 100 m2. Kondisi bangunan rumah tersebut 80 persen telah selesai dan hanya tinggal ‘finishing’ saja, pembangunan telah berjalan selama 3 bulan dan telah menghabiskan dana sebesar 90 juta rupiah. Bangunan tersebut tergolong bagus dan baik dibandingkan rumah-rumah di sekitarnya. Wanita tersebut adalah seorang Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) golongan III yang baru 2 tahun ini menjadi CPNS.
Masalahnya adalah Bagaimana cara wanita tersebut mempunyai dana sebesar itu untuk membangun rumahnya, jika tidak ada sumber lain yang membantunya kecuali sumbangan suami sebesar 10 juta saja. Ternyata wanita PNS tersebut telah meminjam kredit di Bank sebesar 60 juta rupiah dan kekurangannya dengan cara meminjam ke sanak saudara dan orang lain. Sekarang, gaji beliau di kantor Sekretariat DPRD Kota Serang terhitung minus seratus ribu rupiah, artinya wanita tersebut akan selalu terlibat hutang karena tidak ada pendapatan yang dimilikinya, kecuali sumbangan suami ala kadarnya.
Jeratan hutang ini sebetulnya disadari oleh setiap PNS yang berhutang, namun karena merasa tidak ada sumber lain dalam memenuhi tuntutan hidup dan keinginan untuk tampil lebih baik maka cara berhutang ini dianggap jalan terbaik. Kadang tuntutan hidup datang beruntun, belum selesai urusan/hutang yang satu terselesaikan sudah datang urusan lain yang juga perlu hutang lagi. Hal inilah yang selalu menjadi beban bagi sebagian besar PNS sehingga hidup penuh dengan lilitan hutang dan hidup jauh dari tercukupi.
ada pomeo yang berlaku bahwa bukan PNS kalau tidak ada utang. Beberapa cerita tentang PNS berhutang sebagai berikut:
Dan bukan rahasia juga terkadang PNS saban bulan tinggal menerima amplop yang berisi slip gaji. “Kami tidak heran lagi jika ada teman yang tinggal tanda tangan slip saja tanpa ada uang di dalam amplop,” kata seorang bendaharawan di Kantor Gubernur Sulawesi Utara
(Berita Daerah - Sulawesi) - Ratusan ribu Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Provinsi Sulawesi Utara dan Gorontalo (Sulutgo) terpaksa berhutang di bank guna memenuhi kebutuhan keluarga dan pendidikan anak mereka
PNS di lingkungan Setda Indramayu yang punya hutang di bank jumlahnya dari waktu ke waktu selalu bertambah. Hingga saat ini mencapai sekitar 200-an orang. Setiap bulan PNS yang berhutang pada bank ‘makan’ dari sisa gaji yang dipotong bank (Poskota, 1 November 2009)
Berutang seringkali tidak dihindari dari kehidupan seorang manusia. Namun, yang terpenting adalah kita memahami tujuan dari berutang dan juga bagaimana mengelolanya. Salah satu jenis utang yang dapat membantu keuangan Anda adalah utang produktif.Utang produktif adalah utang yang diambil oleh seseorang atau sebuah perusahaan yang digunakan sebagai modal untuk produksi lebih lanjut yang dapat menghasilkan sesuatu dalam bentuk keuntungan. Sedangkan utang nonproduktif adalah utang yang diambil untuk keperluan konsumsi. 
Setiap orang pasti memiliki hutang dalam hidupnya, tidak peduli mereka kaya atau miskin.
Hanya saja menurut Freddy Pieloor, CFP., hutang antara si kaya dan si miskin memiliki perbedaan karakteristik: 1) Orang Kaya berhutang untuk membeli aset atau harta produktif sedangkan orang miskin berhutang untuk menumpuk aset konsumtif; 2) orang kaya membayar hutang mamakai pendapatan yang diperoleh dari aset produktif (passive income) sedangkan orang miskin membayar hutang dari pendapatan kerjanya (active income). Karena dengan pengelolaan hutang yang ketat, hidup Anda akan jauh lebih aman dan nyaman, serta bisa berinvestasi untuk masa depan. Berikut ini adalah beberapa Tips yang perlu Anda ketahui dalam mengelola hutang:
1. Hutang hanya untuk keperluan mendadak dan tidak bisa ditunda, misalnya ada anggota keluarga yang sakit atau keperluan sekolah.
2. Hutang untuk membeli aset produktif dan nilainya meningkat terus, misalnya rumah, tanah dan emas. Usahakan jangan berhutang untuk membeli handphone, sepatu, alat-alat elektronik, baju,tas dan aksesoris untuk tubuh dan furniture rumah. Karena barang tersebut memiliki kecenderungan menurun nilainya.
3. Batas maksimal pembayaran hutang adalah 30% dari penghasilan Anda.
4. Bayarlah hutang tepat waktu dan perhatikan/rapikan administrasi dan dokumentasi yang terkait dengan hutang.
5. Jangan menutup hutang dengan cara berhutang lagi (gali lobang tutup lobang). Kecuali Anda telah memperhitungkan dengan tepat seluruh selisih dan biaya yang dikenakan.
6. Urutan Anda dalam berhutang sebaiknya diprioritaskan mulai dari urutan teraman yaitu: pasangan, orang tua, saudara, sahabat, pegadaian, bank, leasing dan rentenir. Namun bila Anda membutuhkan uang dan Anda tidak nyaman untuk meminjam uang, sebainya korbankan dan juallah aset Anda yang masih berharga (misalnya perhiasan emas), daripada Anda meminjam dari beberapa tempat yang akan mengenakan bunga sangat tinggi dan merugikan Anda.